Oleh : Agung Purwandono
PERCIKAN bunga api berwarna merah menyala muncul begitu palu besi membentur lempengan besi yang dijepit supit. Lama-kelamaan bunga api itu berkurang dan tampaklah lempengan besi yang membara. Empu Sungkowo Harumbrojo kembali memasukkan lempengen besi tersebut ke dalam bara api yang ditimbulkan dari arang kayu jati kemudian ditempa kembali oleh panjak, atau sebutan untuk asisten empu pembuat keris.Di besalen, atau tempat penempaan keris ini proses pembuatan keris dilakukan. Tiga jenis bahan pembuat keris besi, baja dan nikel atau batu meteorit dijadikan satu dan dipanaskan, ditempa, dilipat, dipanaskan dan ditempa kembali. Begitu berulang-ulang hingga ratusan kali hingga membentuk keris seperti yang sudah direncanakan. Penempaan besi, sejatinya hanya sebagian kecil dari proses membuat sebuah keris berkualitas. Apalagi jika yang dibuat adalah keris 'bertuah', seperti yang dilakukan oleh Empu Sungkowo Harumbrojo. Banyak proses ritual harus dilakukan. Itu juga yang menjadikan alasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) mengakui keris sebagai warisan atau pusaka budaya dunia dari Indonesia. Bukan hanya dari keindahan semata, keris menjadi milik dunia karena prosesnya yang rumit dan penuh makna filosofi tinggi. Di masa lalu, proses pembuatan keris diturunkan temurun melalui tradisi lisan. Sehingga tidak semua orang memiliki kemampuan untuk menjadi seorang empu. Bahkan anggota keluarga pun belum tentu mengetahui proses pembuatan keris. Empu Sungkowo Harumbrojo merupakan satu dari sedikit sekali empu pembuat keris 'bertuah'. Semua proses pembuatan keris dilakukan dengan perhitungan yang rumit. Seperti yang dilakukan pendahulu-pendahulunya, empu yang tinggal di Gatak, Sumberagung, Moyudan, Sleman, Yogyakarta ini masih melakukan ritual termasuk berdoa kepada Tuhan sampai ia merasa mendapat petunjuk kapan membuat keris. "Keris itu dibuat sesuai dengan diri pemesannya, misalnya disesuaikan denganweton atau hari lahirnya atau pekerjaannya. Seorang empu juga tidak semata-mata hanya membuat. Ia harus memperhitungkan waktu yang tepat," kata Sungkowo. Putra tunggal dari Empu Jeno Harumbrojo ini tahu persis proses pembuatan keris yang begitu rumit. Selama puluhan tahun ia membantu ayahnya menempa keris di besalen yang terletak di samping rumahnya. Tidak seperti di masa lalu, dimana proses pembuatan keris dilakukan secara rahasia dan tidak sembarang orang boleh melihat. Saat ini justru pembuatan keris ini menjadi atraksi tersendiri bagi wisatawan atau pengunjung yang sekadar ingin melihat prosesnya. Diakui Empu Sungkowo, sejak masa ayahnya, banyak orang-orang asing yang kagum dengan keris. Bahkan setiap tahun pasti ada rombongan orang asing dari Amerika Serikat, Eropa dan Asia yang ingin tahu proses pembuatan keris. Mereka kagum bagaimana bahan-bahan membuat keris seperti besi, baja, nikel hingga batu meteorit yang beratnya bisa puluhan kilogram bisa dilipat-lipat sebanyak ratusan kali. Dan ketika menjadi sebuah keris beratnya menjadi ringan sekali, tipis namun sangat kuat. Bagi pengunjung selain bisa menyaksikan secara langsung pembuatan keris dibesalen atau tempat penempaan keris. Di kediaman Empu Sungkowo bisa dilihat berbagai jenis pamor atau motif dari keris. Pada prinsipnya keris yang dipesan oleh seseorang akan berbeda dengan keris milik orang lain, karena pembuatannya memang sesuai dengan karakter pemilik keris. "Banyak orang asing yang kemudian memesan keris. Bahkan mereka membawa bahan dari negara mereka, seperti potongan besi dari kapal bekas," kata Empu Sungkowo. Jika anda sekarang memesan keris, maka baru tahun 2012 keris pesanan itu jadi. Hal itu karena banyaknya orang yang sudah memesan keris. Selain karena memang proses pembuatan keris yang membutuhkan waktu lama.
Sumber :
http://www.facebook.com/notes/pae-bowo/mengintip-dapur-pembuatan-keris/10150250919115051